Pancasila: Budaya Mencapai Kedaulatan Indonesia
Kilas Balik
Indonesia & Pancasila
Bumi
Nusantara atau Indonesia yang pada abad ke 17-20 dikenal dengan nama Hindia Belanda
mengalami pasang surut perjuangan dalam mencapai kemerdekaannya selama beratus-ratus
tahun. Perjuangan dan perlawan kala itu telah digerakkan melalui segala aspek
baik secara fisik, mental, spiritual maupun intelektual.
Perjuangan
dalam menggapai kemerdekaan tersebut Indonesia perlu mengahadapi beberapa
perang kemerdekaan. Perang kemerdekaan yang dilakukan Indonesia kala itu perang
rakyat Indonesia yang ingin mencapai kedaulatan dan terlepas dari kekuasaan bangsa
asing (Malaka T, 2013:27). Perang yang terjadi merupakan hasrat manusiawi
pribumi Indonesia. Hasrat rakyat Indonesia untuk mencapai Dunia Baru yang
sejatinya tidaklah berasal dari naskah di atas meja tetapi berasal dari
kehendak Tuhan didalam hati manusia-Nya (Soekarno, 1965:29).
Terlepas
dari romantisme perjuangan perang, Indonesia yang ingin mengadakan revolusi
kemerdekaannya perlu melakukan beberapa persiapan dalam mencapai tujuan
perjuangan kemerdekaan tersebut. Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) salah satu langkah dalam mencapai
kemerdekaan yang dimaksud.
Melalui
pertemuan dan rapat-rapat dalam BPUPKI ini tercetusnya suatu paham ideologi
yang akan menjadi identitas Indonesia yaitu Pancasila.
Sejatinya proses keberadaan Pancasila tidaklah memakan waktu yang singkat.
Konseptualisasi Pancasila memerlukan perjalanan panjang seiring perjuang rakyat
Indonesia dari awal tahun 1900-an melalui berbagai rintisan gagasan dalam
sintesis antar ideologi serta penemuan kode kebangsaan (Sekretariatan MPR,
2013: 27).
Sejatinya
lahhirnya Pancasila sebagai hasil dari filterisasi yang mengalami proses
panjang di mana jauh sebelumnya Indonesia telah mengalami pendewasaan melalui
perbedaan kepentingan yang dihadapi dari beberapa ideologi (Sekretariatan MPR,
2013: 87). Keberadaan Pancasila pun hadir sebagai falsafah negara Indonesia
yang bersifat heterogen dan tidak lepas dari kontradiksi dalam diri (Maarif,
2017: 199).
Lahirnya
Pancasila sendiri melalui rapat BPUPKI 29 Mei-1 Juni 1945 yang kemudian muncul
dari jawaban Ir. Soekarno mengenai dasar negara Indonesia. Rumusan Pancasila
yang disanpaikan 1 Juni 1945 disempurnakan oleh Panitia Sembilan ke dalam versi
“Piagam Jakarta” tanggal 22 Juni 1945 (Sekretariatan MPR, 2013: 28). Dalam
proses penyempurnaan Pancasila tersebut mengalami kealotan pada frasa “…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dianggap dapat mengganggu keutuhan bangsa
Indonesia dimasa yang akan datang. Kemudian, pada akhirnya frasa tersebut pun
berganti “Ketuhanan yang Maha Esa” ,
yang menurut Alamsyah Ratu Perwiranegara hal tersebut merupakan hadiah dari
umat Islam Indonesia untuk kemerdekaan (Maarif, 2017: 148-149). Pada akhirnya
dari penyempurnaan tersebut pun hadirlah Pancasila yang saat ini kita kenal.
Asumsi Dasar &
Nilai Pancasila
Seperti
yang telah disebutkan diatas bahwa Pancasila lahir sebagai dasar dan falsafah
Indonesia dalam bernegara. Segala bentuk basis moralitas Pancasila telah
memiliki landasan ontologis, epistemologi dan aksiologi (Sekretariatan MPR,
2013: 95). Pancasila sendiri secara identitas sebagai (1) Pandangan hidup
bangsa Indonesia, (2) Dasar falsafah negara, dan (3) Gambaran kepribadian
bangsa Indonesia (Jarmanto, 1982:111). Menurut Muhammad Yamin Pancasila
merupakan warisan sosio-historis bangsa Indonesia yang kemudian menjadi
refleksi kontemplatif dan disusun dalam lima prinsip (Maarif, 2017: 196).
Ir.
Soekarno sebagai pencipta Pancasila mengatakan bahwa ideologi Pancasila
merupakan pandangan hidup manusia Indonesia dan pengertiannya secara hakekat
berkehidupan di dunia serta memberikan gambaran mengenai makna hidup dan
kehidupan (Jarmanto, 1982:120). Sebagai dasar falsafah bangsa Indonesia itu
sendiri Pancasila memiliki peran menjadi landasan kebijakan negara melalui alat
perlengkapannya, yang kemudian untuk mencapai tujuan negara serta guna
terwujudnya kedaulatan rakyat (Jarmanto, 1982:127).
Untuk
merasuki seluruh rakyat Indonesia dalam bernegara Pancasila menyampaikan
beberapa nilai yang kemudian bermaksud akan menjadi budaya serta identitas
bangsa Indonesia. Yudi latif menjelaskan bahwa Pancasila memiliki justifikasi
historitas, rasionalitas, dan aktualitasnya dalam setiap sila.
Sila
Pertama, merujuk pada nilai-nilai religiusitas yang mengandung etika dan
spritualitas. Sila Kedua, menjelaskan mengenai nilai-nilai kemanusiaan secara
universal dengan berdasar pada Agama, hukum alam, serta sifat sosial. Sila
Ketiga, merupakan bentuk aktual dari nilai-nilai etis kemanusiaan yang mengakar
pada interaksi bermasyarakat. Sila Keempat, bentuk output dari nilai kemanusiaan yang berdaulat dengan landasan
demokrasi permusayaratan. Sila Kelima, merupakan akulturasi nilai-nilai sila
sebelumnya yang kemudian dapat dirasakan secara adil oleh rakyat Indonesia
(Sekretariatan MPR, 2013: 95-100).
Artefak Pancasila:
Langkah Pencapaian Kedaulatan Indonesia
Kehadiran
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa Indonesia memberikan pengaruh besar
dalam bernegara bagi alat negara dan rakyatnya. Tidak bisa dipungkiri
keberadaan Pancasila memengaruhi segala aspek sosial baik secara hukum, politik
maupun ekonomi.
Namun
jauh sebelumnya Pancasila perlu hadir sebagai pemersatu manusia Nusantara yang
secara fakta memiliki keberagaman baik secara Agama, Norma, Suku, Tradisi dll.
Segala bentuk perbedaan tersebut menjadi pertanda hidup dan tumbuh, tetapi
sifat antagonism yang dipertajam akan mengarah pada kehancuran (Soekarno,
1965:175). Sejatinya hal tersebutlah yang menjadi fakta bahwa suatu bangsa
merupakan hubungan sosial dari kesadaran yang bersifat kolektif (Grosby, 2009:
13).
Dalam
penyatuan hal tersebut pun memerlukan jiwa Patriotik yang berdasar pada obsesi
daya hidup terhadap pembatasan yang terhadap pengakuan dan pemahaman kemudian
berlanjut secara biologis dan komponen budaya (Grosby, 2009: 21). Pada konsepsi
filsafat Pancasila yang menghimpun serta mempersatukan seluruh masyarakat
Indonesia dari berbagai aspek yang kemudian konsepsi persatuan Pancasila ini
juga dikenal dengan istilah “Bhinneka
Tunggal Ika” kehancuran (Soekarno, 1965:158-159).
Dengan
adanya konsepsi tersebut maka secara kontekstual akan mengarah pada sikap
berdemokrasi dalam bernegara. Kontekstualitas demokrasi sebagai salah satu
artefak dari Pancasila sendiri bertujuan kemerdekaan manusia dari segala
penindasan (Hatta, 2014: 59). Keberadaan demokrasi pun yang sesungguhnya di
maksud adalah konsepsi demokrasi yang terpimpin bertujuan pada keadilan sosial
(Soekarno, 1965:291).
Untuk
mencapai tujuan demokrasi terpimpin yakni keadilan sosial terdapat beberapa
langkah yang dirumuskan oleh Bung Hatta diantaranya; (1) penguasaan aset oleh
negara, (2) kontrol terhadap usaha swasta dan (3) menumbuhkan perekonomian
rakyat yang mandiri (Tempo, 2015: 155). Pencapaian keadilan sosial melalui
aspek ekonomi memerlukan pertolongan rakyat melalui “brain-trust” yang berdasar pada konsep demokrasi tersebut bergerak
melalui kooperasi yang kemudian menjadi Koperasi untuk melaksanakan persatuan
dan semangat gotong-royong (Malaka T, 2013: 106 & 111).
Guna
melaksanakan segala bentuk usaha mayor diatas Ir. Soekarno sebelumnya berasumsi
melakukan beberapa usaha yang lain seperti (1) hidup sederhana, (2) gerakan
kebersihan/kesehatan, (3) gerakan pemberantasan buta huruf (4) membangkitkan
dan mengembangkan gotong-royong, (5) melancarkan djawatan dan perusahaan negara,
(6) gerakan pembangunan rohani dan (7) membangkitkan kewaspadaan nasional
(Soekarno, 1965:309).
Refrensi
Grosby S. 2011. Sejarah
Nasionalisme: Asal-usul Bangsa dan Tanah Air. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Hatta M. 2014. Kedaulatan
Rakyat, Otonomi & Demokrasi. Kreasi Wacana. Bantul.
Jarmanto. 1982. Pancasila:
Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosio-Politis. Liberty. Yogyakarta.
Maarif AS. 2017. Islam
dan Pancasila Sebagai Dasar Negara. Mizan. Bandung.
Malaka T. 2013. GERPOLEK
(Gerilya-Politik-Ekonomi). Narasi. Yogyakarta.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode
2009-2014. Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara. Sekretariat Jendral MPR RI. Jakarta.
Soekarno. 1965. Dibawah
Bendera Revolusi Jilid II. Penerbit Dibawah Bendera Revolusi. Jakarta.
Zulkifli A, Hidayat B & Maksum D.U. 2010. Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman. Tempo.
Jakarta
Pic : https://rizkijr.deviantart.com/art/PROJEK-3-pancasila-431532547
Comments
Post a Comment